Pikiran Rakyat 24 November 2008
Meningkatkan Gemar Membaca
pada Guru & Siswa
Forum guru
Sudah tak terhitung lagi, tulisan yang menaingatkan pentingnya membaca. Akan tetapi, sampai sejauh ini tampak-nya membaca belum menjadi kebiasaan, apalagi membudaya, termasuk di kalangan guru dan sisiva.
S |
EBAGAI seorang pendidik dan terdidik cobalah bertanya, berapa jam sehari waktu yang dipergunakan untuk membaca? Atau, berapa buku yang dibaca dalam seminggu, sebulan, atau setahun? Apakah Anda termasuk gemar membaca? Tampaknya, membaca memang sesuatu yang mudah dilakukan, tetapi sulit dilaksanakanya.
Sejatinya, masyarakat Indonesia telah mengenal membaca sejak lama. Apabila kita dalami lebih dekat di kalangan tokoh-tokoh agama dan pesantren, membaca kitab (termasuk kitab suci) sudah menjadi kebiasaan rutin sehari-hari. Sementara itu di lingkungan keraton, para bangsawan kerap membaca serat-serat berupa puisi dan ajaran hidup. Bahkan, tokoh proklamator Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta dapat dijadikan panutan dan model gemar membaca. Kedua proklamator tersebut menghabiskan banyak waktu di penjara dengan membaca dan belajar. Berbagai jenis buku bacaan, terbukti telah mengokohkan semangat perjuangan mereka dan memberikan inspirasi menentang kolonialisme dan imperialisme.
Hams diakui dengan jujur, motivasi dan kegemaran membaca di kalangan guru dan siswa masih kurang. Membaca belum termasuk kebutuhan dan menjadi budaya. Waktu senggang lebih banyak dimanfaatkan untuk menonton televisi, bermain, mengobrol, atau mungkin melamun.
Untuk menelusuri akar persoalan ini, menurut B.P. Sitepu (1999) rendahnya minat dan motivasi membaca terkait dengan kompetensi membaca, kebutuhan, lingkungan, dan ketersediaan bahan bacaan. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pembinaan dan pengembangan.
Pertama, kompetensi membaca. Kemampuan membaca adalah kemahiran menemukan, mengerti dan menafsirkan informasi tertulis dalam prosa dan dalam dokumen. Untuk mendorong guru dan siswa terbiasa membaca, sekolah perlu dilengkapi perpustakaan dengan berbagai jenis koleksi.
Kedua, kebutuhan membaca. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung terus-menerus sepanjang hayat (long life education). Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dalam berbagai jenis informasi. Untuk dapat bersaing di era globalisasi, seseorang dituntut untuk memiliki keahlian dan pengetahuan yang mumpuni.
Ketiga, lingkungan. Motivasi membaca awalnya berakar dalam diri. Kemudian akan berkembang dengan baik bila didukung lingkungan yang kondusif, meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Tepat kiranya, bila orang tua dan guru memberikan penghargaan dalam bentuk buku. Sekolah dapat merintis jam wajib baca bagi guru dan siswa selama setengah jam setiap hari atau sepuluh menit sebelum mata pelajaran dimulai. Sementara itu, masyarakat perlu didorong untuk tumbuh dan berkembangnya minat baca melalui gerakan masyarakat membaca (reading society).
Keempat, bahan bacaan. Pengembangan sarana dan prasarana perpustakaan dan taman bacaan adalah upaya nyata dalam melayani kebutuhan pembaca dan bahan bacaan. Sekolah dan masyarakat memperkaya koleksi perpustaan dan taman bacaan dengan berbagai jenis bacaan yang bermutu. Peme-nntah dapat membantu dengan penyediaan anggaran khusus.
Sesungguhnya banyak manfaat yang diperoleh dengan gemar membaca di antaranya, (a) memperluas wawasan, (b) dapat memahami bahasa dengan baik dan benar, (c) mendapatkan informasi berharga bagi kehidupan, dan (d) meningkatkan kecerdasan berpikir.
Penulis, guru bahasa Indonesia MTs Negeri Rajadesa Kab. Ciamis.
Comments |
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...