Republika, 11 juli 2009
Pendidikan Rusia: Sebuah Alternatif
M Aji Surya dan Khoirul Rosyadi
Alumnus Ul dan mahasiswa S3 Sosiologi RUDN Moskow
Tidak dapat dibantah bahwa setiap beasiswa yang diberikan oleh sebuah negara tertentu kepada mahasiswa negara-negara berkembang, seperti Indonesia, memiliki muatan ideologis di belakangnya. Harapannya, setelah lulus dan kembali ke masing-masing negaranya, mereka menjadi penyambung kepentingan negara yang memberikan beasiswa. Inilah model investasi rahasia yang sudah sangat dimaklumi semua kalangan.
Lewat pengetahuan yang mereka terima, diharapkan para mahasiswa yang memperoleh 'pencerahan' dan paradigma tertentu dimaksud kemudian memberi warna tertentu terhadap perkembangan negaranya. Mereka kemudian menjadi 'lidah' penyambung kepentingan ideologi negara sang pemberi beasiswa.
Dalam konteks itulah, mengapa pada zaman kekuasaan Orde Lama (1950-an) terdapat ribuan mahasiswa Indonesia yang memperoleh beasiswa untuk belajar di Uni Soviet (Rusia). Namun, begitu Indonesia mengalami perubahan orientasi ideologis di masa Orde Baru, kerja sama pendidikan dengan negara komunis itu tinggal kenangan dan para alumninya tercampakkan dengan cap eks mahid. Sebaliknya, di sekitar tahun 1970-an, merunyaklah mahasiswa Indonesia yang belajar ke Amerika. Untuk yang disebut terakhir itu, bahkan hingga kini para alumninya banyak yang memiliki peran penting dalam pembangunan; ekonomi, pendidikan, politik, teknologi, hingga kebudayaan bangsa Indonesia. Itulah mengapa sampai saat ini model pembangunan Indonesia lebih condong kepada Amerika; positivistik, pragmatis, dan kapitalistik.
Corak Amerikanisasi Indonesia terasa begitu kuat dan mendalam. Begitu kuatnya, sehingga pengaruh itu sudah membentuk menjadi ketergantungan. Indonesia pun tidak bisa_ berbuat banyak tanpa Amerika. Pendidikan, eKonomi, Kebudayaan, bahkan politik kita selalu ada kepentingan Amerika di dalamnya.
Ketergantungan seperti ini ten-tunya menimbulkan persoalan serius bagi bangsa Indonesia. Dependensi yang berlebihan tersebut pada akhir-nya sering kali melahirkan kedaulatan kita sebagai bangsa menjadi tidak berdaya, rapuh, dan impoten.
Tentu, situasi seperti itu tidak bisa dibiarkan. Butuh jalan keluar sebagai alternatif agar bangsa Indonesia memiliki nilai tawar dan bisa memainkan perannya dalam kancah politik dunia, khususnya dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini ke depan. Indonesia membutuhkan suatu alternatif sumber ilmu pengetahuan. Dan, jalan itu salah satunya adalah lewat jalur pendidikan yang lebih humanistik sosialistik.
Jalan alternatif
Selama Orde Baru berkuasa, nyaris tidak terdengar mahasiswa Indonesia yang belajar di Rusia. Hal ini bukan karena pendidikan Rusia tidak bermutu, melainkan politik Orde Baru yang menempatkan Amerika sebagai kiblat pembangunan, menjadikan Rusia sebagai kekuatan oposan bagi Amerika tidak pernah disentuh. Bahkan, Rusia ditempatkan sebagai salah satu musuh besarbagi negara Orde Baru. Situasi tersebut berbanding terbalik saat Orde Lama berkuasa. Saat itu, banyak mahasiswa Indonesia yang memperoleh kesempatan belajar di Rusia dengan bantuan beasiswa pemerintah Rusia atau Indonesia. Mereka belajar Sastra Rusia, teknik, politik, hingga ekonomi. Namun, seiring runtuhnya kekuasaan Soe-karno, mereka kemudian tenggelam dalam derap kekuasaan Orde Baru. Mereka pun terisolasi, jauh, bahkan 'dibunuh' dari dinamika pembangunan Indonesia.
Setelah hancurnya rezim Orde Baru dan berkembangnya perestroika di Rusia, perlahan pendidikan Rusia mulai dilirik kembali. Satu persatu mahasiswa Indonesia yang belajar di Rusia mulai berdatangan. Mereka belajar Sastra Rusia, ekonomi, sosiologi, kedokteran, teknik, perminyakan, fisika, hukum, peternakan, komunikasi, hingga politik. Tercatat sekitar seratus lebih mahasiswa Indonesia yang sekarang belajar di Rusia.
Dari jumlah tersebut, rata-rata mereka mendapatkan beasiswa dari pemerintah Rusia dan sebagian dari pemerintah Indonesia.
Tentu, mereka tidak saja belajar bidang keilmuan yang mereka tekuni, namun secara langsung atau tidak langsung, juga 'dibebani' kepentingan sang pemberi beasiswa untuk selanjutnya menjadi penghubung kepentingan kedua negara: Rusia-Indonesia. Mahasiswa Indonesia dalam hal ini hanyalah bagian kecil dari komunitas mahasiswa asing di Rusia yang jumlahnya sekitar puluhan ribu.
Konteks kerja sama pendidikan Rusia-Indonesia itu, selain berperan sebagai pengayaan wacana keilmuan, kekuatan penyeimbangan dan pembanding bagi ideologi pendidikan Barat (baca: Amerika) yang positivistik dan kapitalistik, kerja sama ini bisa dimaknai sebagai jalan alternatif bagi Indonesia untuk bisa keluar dari hegemoni Amerika yang selama ini begitu menggurita.
Rusia yang ada saat ini bukanlah Uni Soviet di masa lalu, sebagaimana Indonesia kini bukan Orde Baru yang telah dikubur dalam-dalam menjelang tahun 1990. Perubahan drastis keduanya dalam waktu yang hampir bersamaan memberikan peluang besar bagi terjalinnya kembali kerja sama di masa lalu. Hanya satu yang pasti tidak berubah, Rusia tetap menjaga dirinya menjadi negara besar yang disegani dan menjadi sumber ilmu pengetahuan sepanjang masa.
Dengan demikian, kehadiran mahasiswa dan alumni mahasiswa Indonesia yang belajar di Rusia sekarang diharapkan member! alternatif jawaban bagi peta pembangunan Indonesia sekarang yang timpang; positivistik, kapitalistik, dan dehumanistik.
Jangan lupa, mengenyam pendidikan di Rusia saat ini juga bisa dimaknai sebagai upaya merebut sebu-ah pasar baru yang sedang berkembang pesat, serta mempersiapkan sumber daya manusia bagi hubungan bilateral yang terus maju. Negara tetangga kita di ASEAN dan bahkan Eropa sangat paham simbiosis mutualisme ini sehingga ribuan mahasiswanya dikirim dengan biaya tinggi di negeri beruang putih tersebut. Disinilah berlaku hukum siapa cepat ia yang akan dapat.
Patriotistik
Pendidikan Rusia memiliki begitu banyak sisi yang unik; bahasa, sistem perkuliahan, hingga model pembelajarannya. Dari sekian keunikan itu, patriotisme barangkali ruang yang paling menarik untuk dicermati. Patriotisme adalah nilai yang sekarang ini mulai luntur di negeri ini (Indonesia).
Bagi Rusia, pendidikan patriotisme adalah sisi penting untuk membangun kekuatan jati diri sebuah negeri. Memperkenalkan sejarah akan kejayaan masa lalu mereka, menceritakan orang-orang Rusia yang mengukir prestasi dunia, memperbincangkan penulis-penulis besar mereka adalah cara mereka membangun kebanggaan atas negerinya.
Pertama kali menjadi mahasiswa, semua mahasiswa, baik asing maupun dalam negeri, diwajibkan mengambil mata kuliah Sejarah Rusia. Di sini mereka ingin mengenalkan tentang sejarah kejayaan negara mereka; bagaimana ketika memenangi peperangan melawan Hitler, melawan ekspansi Mongol, dan seterusnya.
Tidak hanya itu, dan ini yang menarik, bahwa di Rusia setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti ekskursia (wisata) pendidikan dengan mengunjungi semua museum penting yang berkaitan dengan sejarah kebesaran mereka. Tentu, ini bukanlah sekadar jalan-jalan. Dari sini mereka ingin mengatakan bahwa Rusia adalah negara besar, negara yang pehuh dengan sejarah agung.
Konsekuensi lainnya, mendapatkan beasiswa di Rusia bukanlah sebuah tiket menuju surga dunia yang penuh fasilitas nan mewah. Melainkan, sebuah jalan menuju pondok pesantren yang dengan kesederhanaannya akan menggembleng mental dan menempa ilmu pengetahuan para santrinya agar di kemudian hari dapat terjun ke masyarakat tanpa banyak mengeluh alias bermental baja.
Dengan jalan seperti itu, mereka ingin menanamkan kepada generasi mudanya dan mahasiswa yang belajar di Rusia untuk mencintai dan me-rasa ikut memiliki serta bangga atas Kerusiaan. Tentu, ini menarik untuk dilihat sebagai proses pembelajaran tentang arti nasionalisme bagi sebuah bengsa, khususnya bagi Indonesia yang generasi mudanya mulai kehilangan arti patriotisme dan nasionalisme.
Comments |
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...