Page 2 of 12
Situasi dan Kondisi
Apabila dibandingkan dengan 12 negara Asia lainnya, kualitas pendidikan Indonesia masih berada pada posisi 12. Posisi tersebut satu tingkat lebih rendah dengan negara Vietnam. Hal ini digambarkan oleh hasil penelitian dari PERC (Political and Economic Risk Consultancy) yang mengkaji mutu pendidikan dan kualitas tenaga kerja. Ada beberapa variabel yang digunakan untuk menilai hal tersebut, yaitu: (1) Kinerja keseluruhan tentang sistem pendidikan di satu negara; (2) Penduduk yang memiliki pendidikan dasar; (3) Penduduk yang memiliki pendidikan menengah; (4) Penduduk yang memiliki pendidikan tinggi dan Pascasarjana; (5) Jumlah biaya untuk mendidik tenaga kerja produktif; (6) Ketersediaan tenaga kerja produktif berkualitas tinggi; (7) Jumlah biaya untuk mendidik tenaga teknis; (8) Ketersediaan tenaga teknis; (9) Jumlah biaya untuk mendidik staf manajemen; (10) Ketersedian staf manajemen; (11) Tingkat keterampilan tenaga kerja; (12) Semangat kerja (work ethic) tenaga kerja; (13) Kemampuan berbahasa Inggris; (14) Kemampuan bahasa Asing selain bahasa Inggris; (15) Kemampuan penggunaan teknologi tinggi; (16) Tingkat keaktifan tenaga kerja (labour activism); (17) Frekuensi perpindahan atau pergantian tenaga kerja yang pensiun (labour turn over). Hasil analisis dari variabel di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Di samping kajian yang dilakukan oleh PERC di atas, menurut UNDP, Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia berada pada urutan 111 dari 175 negara (UNDP, 2004). Posisi tersebut tidak terlepas dari berbagai masalah indikator pendidikan, seperti APM (Angka Partisipasi Murni) usia 0-24 tahun berjumlah 46.929.690 (44,96%) dari jumlah 104.376.163 dan jumlah sasaran pendidikan yang tidak terlayani adalah 55,04% dari jumlah tersebut. Tabel di bawah ini menjelaskan secara lengkap tentang sasaran dan capaian dalam pendidikan saat ini.
Sedangkan angka mengulang kelas SD dan SLTP tahun 2000/2001 adalah 5,90% dan 0,31%. NEM rata-rata SD masih rendah, masih berkisar antara 5,67 sampai dengan 6,17 dan NEM rata-rata SLTP berkisar antara 5,08 sampai dengan 6,04, NEM rata-rata SMU IPA berkisar antara 3,57 sampai dengan 6,48, dan NEM rata-rata SMU IPS 3,83 sampai dengan 5,89. Kualifikasi sekolah (SLTP) yang ”baik sekali” baru mencapai 0,07% dan yang berkualifikasi ”baik” 3,25% dari SLTP 21.135 yang ada (Dikdasmen, 2000/2001). Kondisi penduduk buta aksara saat ini, untuk usia 10 tahun ke atas adalah 15,5 juta, usia 15 tahun ke atas adalah 15,4 juta, 10-44 th adalah 4,1 juta, usia 15-44 th adalah 3,9 juta dan usia 45 tahun ke atas adalah 11,2 juta. Masih banyaknya angka buta aksara tersebut dikarenakan (1) anak putus sekolah pada kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar masih tinggi, yaitu: berkisar antara 200.000 sampai dengan 250.000 anak per tahun, (2) masih tingginya angka buta aksara kembali, yaitu sekitar 4% yang mengalami reilliterate; (3) biasanya warga belajar yang mampu menyelesaikan pendidikan keaksaraan tidak sesuai dengan standar kemampuan yang ditentukan; (4) warga belajar tidak menggunakan kemampuannya setelah selesai mengikuti program pendidikan keaksaraan, tidak mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; (5) warga belajar yang berhasil menyelesaikan program hanya mampu berhasil membina kemampuan keaksaraan dasar seperti : membaca, menulis dan berhitung (basic literacy); (6) program pemberantasan buta aksara sering berjalan pasang surut; (7) anggaran pendidikan keaksaraan tidak termasuk anggaran dari pemerintah daerah, kalaupun ada persentasenya kecil, tapi ada juga daerah yang besar anggarannya; (8) jumlah Kabupaten/Kota yang mengalokasikan anggaran untuk pendidikan keaksaraan masih sedikit, sebagai gambaran, dari 23 Kabupaten/Kota, hanya 6 daerah mengalokasikan anggaran, sedangkan 17 Kabupaten/Kota tidak mengalokasikan anggaran untuk pendidikan keaksaraan (Dit. Dikmas, 2003); (9) Dari 23 Kabupaten/Kota yang ada Lembaga Koordinasi PBH hanya 2 dan 21 Kabupaten/kota tidak mempunyai Lembaga Koordinasi PBH; (10) pemberantasan buta aksara dilakukan dan dibebankan ke Dinas pendidikan setempat. Bukan menjadi gerakan daerah yang langsung digerakkan oleh Bupati. Dari 23 Kabupaten/kota hanya 1 Kabupaten yang melaksanakan PBH secara baik, dengan menmbentuk satgas; (11) dari 23 Kab/kota yang mengeluarkan Perda untuk PBH tidak ada; (12) pelaksanaan PBH di kelompok belajar dengan anggota WB 5 – 10, lama belajar tidak tentu, sangat beragam. Pertemuan dalam kelompok belajar dilakukan seminggu 2 kali a 2 jam/45 menit pada sore hari, kurang intensif; (13) tidak jelas kapan orang dikatakan dapat melek huruf, belum ada alat ukur yang standar, diperkirakan rata-rata di atas 1 tahun; (14) rata-rata buta aksara di tiap Kabupaten/Kota adalah 8,02%; (15) organisasi PBH masih dilakukan oleh perorangan, Yayasan, lembaga dan organisasi sosial, PKBM, dan SKB. Belum terkelola secara rapi menjadi gerakan yang sistematis; (16) rata-rata tiap Kabupaten/Kota hanya memberantas 489 orang, dengan komposisi 65 % perempuan, dan 35 % laki-laki, dari kelompok masyarakat sosial ekonomi rendah; (17) tutor pendidikan keaksaraan hampir semua tidak mempunyai buku pegangan, hanya menggunakan tema-tema tertentu, dengan metoda kata kunci; (18) bahan lain seperti kartu huruf alat permainan, poster dan lain-lain belum dikembangkan, yang ada hanya daftar kartu alphabet; (19) warga belajar hanya punya alat tulis dan buku tulis; (20) tingkat kehadiran warga belajar sekitar 40%- 60 %, dikarenakan warga belajar sibuk mencari nafkah, rata-rata berasal dari ekonomi rendah, dan belum paham arti dan manfaat pendidikan keaksaraan; (21) motivasi peserta pelatihan tutor pendidikan keaksaraan rendah; (22) organisasi pelaksanaan pendidikan keaksaraan tidak rapi di setiap daerah dan belum bersifat lintas sektoral dan di bawah satu komando dengan dipimpin oleh Bupati/Walikota; (23) pendidikan keaksaraan belum dilihat sebagai pembangunan manusia secara komprehensif; (24) belum ada satgas-satgas di tingkat desa, Kecamatan, dan Kabupaten dan; (25) setiap dinas belum terlibat dalam gerakan pendidikan keaksaraan. Kondisi ini kalau digambarkan dalam bagan secara ringkas adalah seperti di bawah ini.
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...