Page 4 of 12
Pengaruh Situasi dan Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Daya Beli Masyarakat
Setelah krisis ekonomi mulai tahun 1997 maka perekonomian kita dapat dikatakan masih belum pulih sepenuhnya, tingkat pendapatan masih berada di bawah $ 1.000. Angka pertumbuhan ekonomi 4,8%, laju inflasi sekitar 6,5%. Hal ini mengindikasikan berbagai sektor industri mengalami kelesuan, tidak mampu berproduksi secara maksimal. Apalagi telah terjadi PHK dan pemogokan dalam skala luas. Banyaknya (sekitar 200.000 lebih) pekerja di Malaysia dipulangkan, ini juga menambah beban sosial dan ekonomi negara dan masyarakat secara keseluruhan. Lebih lagi ditambah dengan tingkat kemiskinan Indonesia yang masih tinggi, yaitu 38,4 juta penduduk dalam kategori miskin. Hal ini tercermin dari grafik di bawah ini.
Kecenderungan kemiskinan mulai dari tahun 1998 sampai 2002 masih bersifat fluktuatif. Dengan angka kemiskinan yang masih belum turun secara signifikan, maka mengindikasikan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan belum memberikan kontribusi secara positif. Beban kemiskinan, pengangguran, dan lesunya kondisi ekonomi membuat pertumbuhan ekonomi tidak mampu dipacu melewati angka 5%. Bila dibandingkan negara-negara ASEAN, maka Indonesia masih paling rendah pertumbuhan ekonominya
Perkembangan perekonomian Indonesia sekarang ini mengalami kemunduran karena sektor ekspor saat ini hanya bertumpu pada kegiatan industri primer seperti pertambangan dan pertanian. Hal itu terbukti dari hasil survei yang dilakukan BI pada tahun 2003 terhadap 30 komoditas ekspor andalan, ternyata hanya delapan komoditas yang tumbuh positif. Dari delapan komoditas itu, tujuh di antaranya berasal dari sektor pertambangan seperti timah dan sektor pertanian seperti kelapa sawit dan pulp (bubur kertas).
Pada tahun terakhir ini ekspor Indonesia sepertinya mengalami peningkatan, akan tetapi kondisinya menunjukkan keadaan sebaliknya. Indonesia sudah set back kepada satu situasi bahwa perekonomian kita kembali menjadi perekonomian yang bertumpu pada industri atau kegiatan sektor primer. Sementara sektor sekunder yang tumbuh positif hanya satu, yaitu elektronik. Kondisi ekspor sekarang ini sangat berbeda dibandingkan dengan tahun 1993-1998, karena saat itu dari 30 komoditas yang di survei, 28 komoditas tumbuh positif, bahkan hingga 40% per tahun.
Dilihat daya saingnya, 30 komoditas ekspor andalan Indonesia banyak yang bisa bersaing namun tidak tumbuh. Sementara ada juga industri yang tidak bisa bersaing namun tumbuh karena tidak adanya arahan dari pemerintah dan perbankan. Ekspor memang lebih banyak didorong oleh industri primer daripada industri sekunder. Banyak persoalan yang membuat kinerja industri sekunder sulit berkembang, misalnya, soal fiskal atau pajak pertambahan nilai (PPN), instrumen fiskal kurang mendorong industri sekunder yang berbasis bahan baku alam. Akibatnya, ekspor lebih banyak dilakukan dalam bentuk komoditas primer dan kurang diolah oleh industri sekunder untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah. Contohnya komoditas kakao atau kopi. Penjualan komoditas kopi kepada industri pengolahaan atau industri hilir dikenai PPN sebesar 10%. Akibatnya, produk kakao lebih banyak diekspor dalam bentuk primer. Dengan demikian, industri sekunder kurang dapat bertumbuh.
Masih muncul ketidakjelasan mengenai pengertian atau terminologi industri primer dan industri sekunder. Industri sekunder, seperti industri manufaktur yang padat karya, termasuk industri primer, juga menghadapi banyak persoalan. Misalnya, komponen biaya produksi yang tinggi dari bahan baku, energi, buruh, sampai transportasi. Hal itu menyebabkan tingkat daya saing produk, seperti dari segi harga, menjadi rendah. Apalagi, industri di dalam negeri dihadapkan pada persaingan tidak sehat akibat maraknya barang impor ilegal atau penyelundupan.
Sektor perbankan masih belum sepenuhnya mendorong sektor industri manufaktur dan investasi, termasuk sektor usaha kecil dan menengah. Sektor perbankan cenderung memberikan pembiayaan pada sektor-sektor yang konsumtif. Kondisi itu dapat mempengaruhi perkembangan industri secara keseluruhan. Hasil Survei Pemetaan Dunia Usaha oleh BI menunjukkan terjadinya peningkatan pada kelompok komoditas ekspor yang mengalami pertumbuhan negatif. Sebelum krisis, yakni pada periode 1993-1997, dari 30 komoditas ekspor unggulan, hanya 2,1% yang mengalami pertumbuhan negatif. Namun pada periode 1998-2003 angkanya meningkat menjadi 32,5%. Pada tahun 2003 dan 2004 angkanya meningkat lagi menjadi masing-masing 46,7% dan 41,4% (hingga April). Grafik di bawah ini banyak memberikan gambaran mengenai pertumbuhan sektor industri dan perdagangan mulai tahun 1990-2003.
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...