Kiswanti
Mendobrak Kemiskinan Bacaan
Jadi orang miskin memang nggak enak. Apalagi jika miskin ilmu juga. Itu lah yang tertanam kuatdi benak Kiswanti tiap mengenang masa keciinya yang serba kekurangan. Baginya miskin harta masih bisa dimaklumi. Tetapi, miskin ilmu, Kiswanti tidak bisa menerima lagi. Kiswanti pun berusaha mengalahkan belenggu kemiskinan yang biasanya sangat erat dengan kebodohan.
"Bagi saya, miskin harta itu tidak harus diikuti dengan miskin ilmu," kata Kiswanti, satu dari 100 perempuan Indonesia yang mendapat anugerah 100 Wanita Terinspiratif 2009 untuk kategori sosial pada 21 April lalu. "Apa yang saya lakukan selama ini, bisa jadi merupakan balas dendam atas semua yang saya alami," lanjutnya saat ditemui di belakang panggung.
Lahir dari pasangan bapak penarik becak dan ibu penjual jamu, Kiswanti tidak seberuntung temannya yang dengan mudah duduk di bangku sekolah. Kemiskinan hanya mamberinya kesempatan sekolah sampai SD. Itu pun sudah ditambah dengan kemurahan seorang pendidik.
Bangku SMP, praktisjauh di angan. Namun, Kiswanti tidak kehilangan akal. Ketika teman-temannya berangkat ke sekolah, Kiswanti pun menuju 'sekolah'-nya , sendiri, rumah-rumahan dari kardus bekas. "Saya memang tidak waras, karena saya membayangkan saya murid SMP dan rumah-rumahan itu saya anggap sebagai sekolah SMP Negeri I Bantul dan saya belajar seperti halnya teman saya yang sekolah betulan," kata Kiswanti yang masih gemar memasak gudeg meski sudah puluhan tahun meninggalkan desanya, Ngijikan, Bantul.
Buku bekas
Kiswanti masih ingat benar saat itu menteri pendidikan masih dijabat oleh Nugroho Notosusanto. Beruntung selama itu buku pakettidak banyak berubah. la membeli buku-buku paket SMP di pasar Pundong, tak jauh dari desanya.
Yang paling menyenangkan, jika bapaknya dengan menggenjot becak mengajakhya ke pasar buku bekas di Shopping Center, di belakang Pasar Beringhardjo, Yogyakarta. "Saya senang karena saya bisa mencuri-curi membaca novel atau buku lain," kata ibu dari Arif Riyadi (19 th) dan Dwi Septian (14 th) ini.
Cara yang sama juga ia lakukan ketika teman-temannya melanjutkan ke SMA. Kiswanti mengaku baru menghentikan kegilaannya membayangkan sekolah ketika sebagian teman-temannya kuliah. Menu-rutnya, ia susah mengikuti mereka, karena harga buku-buku kuliah sangat mahal dan beragamnya subjek yang dipelajari. la pun dililit kegun-dahan yang amat sangat.
Memboyong buku
Bisa jadi menemukan pasangan hidup menjadi pembuka bagi aktivitas yang mengantarnya mendapat penghargaan. Setelah menikah pada 1987 dengan Ngatmin, keluarga muda ini memutuskan pindah ke Parung tujuh tahun kemudian. Saat itu Kiswanti tidak lupa memboyong semua buku koleksinya.
Penggemar aneka buku cerita rakyat ini mengatakan betapa Parung seolahnya menantangnya. Bagaimana tidak. la yang selalu rajin membaca harus melihat anak-anak usia sekolah kesana-kemari tanpa kegiatah berarti. Semua itu menerbangkan Kiswanti ke tumpukan bukunya dan cita-cita yang lama dipendamnya. "Semua ini mungkin bagian dari balas dendam saya," kata Kiswanti mengenai situasi di sekitar rumah barunya yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Warung Baca Lebak Wangi (Warabal). "Saya yang selalu gemas ingin melihat orang lain gemar membaca dan ingin membuat orang lain mudah membaca dan memin-jamkan buku, setiap harinya melihat anak-anak yang tidak sekolah atau mempunyai kegiatan yang pantas untuk anak seumurnya," lanjutnya.
Sambil jual jamu
Kiswanti kemudian mulai menyelipkan sejumlah buku koleksinya di antara botol-botol jamunya. Buku itu ia pinjamkan kepada anak-anak yang ditemui saat berjualan dan diambilnya beberapa hari kemudian. Pada saat yang sama, ia pun membuka lebar pintu rumahnya nagi anak-anak tetangganya.
Dari sinilah benih Warabal disemaikan sebelum kemudian resmi berdiri pada 4 Desember 2004. Saat itu koleksi bukunya hanya 180 buah. Kini, Kiswanti dengan mengucapkan alhamdulillah mengatakan koleksi bukunya di Warabal sudah mencapai 7.000 buah dengan 4.700 judul.
Dari hanya anak-anak di sekitar rumahnya, Warabal se-olah menjadi rumah kedua bagi anak-anak dari kampung dan desa sekitar. Kini baca membaca tak hanya sekedar kegiatan di Warabal. Juga ada kegiatan bimbingan belajar untuk pra-TK dan pra-SD, kursus menjahit, rrenyulam, memasak, bahasa hggris, dan komputer.
Bagi Kiswanti, semua itu ibarat mimpinya yang jadi ke-nyataan. la pun rela merogoh .kocek dan menjual motor suaminya untuk merampung-kan pembangunan rumahnya yangterletak di Jl Kamboja, Kampung Saja, Lebak Wangi, Parung. Maklum anak-anak yang datang semakin banyak dan mereka memerlukan ruangan yang cukup.
Meluas
Beberapa tahun kemudian, kegiatan Kiswanti mulai menjebol batas-batas wilayah Parung. Ditandai dengan adanya liputan sejumlah media dan kehadiran do'natur. Tak hanya itu. Tahun lalu ia mendapat penghargaan OASIS dari Metro TV. Baginya semua itu adalah tantangan untuk terus berkarya.
"Aduh, ini semua di luar dugaan, karena saya tidak pernah mengharapkan menerima penghargaan seperti ini. Saya juga tidak pernah membayangkan akan sampai di gedung seperti ini dan berada di ruangan yang sama dengan ibu-ibu pejabatyang harga bajunya mungkin bisa dipakai untuk memberi makan orang sekampung saya," kata Kiswanti.
"Bagi saya penghargaan ini dan yang lainnya adalah beban sekaligus tantangan untuk terus berbuat. Saya juga berharap penghargaan ini bisa memotivasi sebagian besar rakyat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan untuk belajar," lanjutnya.
Comments |
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...