Article Index |
---|
KONSEP PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA BARAT |
Page 2 |
Page 3 |
Page 4 |
Page 5 |
Page 6 |
Page 7 |
Page 8 |
All Pages |
KONSEP PEMBANGUNAN
PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA BARAT
A. Pendahuluan
Perpustakaan dapat dijadikan indikator kemajuan suatu daerah atau bangsa. Untuk melihat ”wajah” sebuah daerah bisa dilihat dari wajah perpustakaannya. Menyadari pentingnya perpustakaan ini pemerintah berkomitmen untuk menjadikan perpustakaan sebagai fasilitas pembelajaran bagi masyarakat yang ditandai dengan Pencanangan Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat pada tanggal 17 Mei 2006.
Di sisi lain, kini telah tumbuh, di sebagian masyarakat, menjadikan perpustakaan sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi di dalam kehidupannya, terutama pelajar, mahasiswa, dan kelompok-kelompok tertentu, untuk menunjang aktivitasnya. Terlebih dengan miningkat harga kertas yang berdampak pada industri perbukuan, yang akan mengakibatkan kian tidak terjangkaunya oleh masyarakat miskin. Dengan kata lain perpustakaan kini sudah memasyarakat walupun belum optimal, karena belum semua masyakat mendapatkan fasilitias dan layanan perpustakaan sebagaimana mestinya. Tentu saja hal tersebut merupakan tantangan bagi pengelola perpustakaan untuk segera membenahi dan mengembangkan perpustakaan, yang salah satu fungsinya adalah sebagai pusat informasi dalam rangka meningkatkan kecerdasan masyarakat.
Di antara jenis perpustakaan yang ada, perpustakaan umum, khususnya Badan Perpustakaan Daerah (Bapusda) memiliki kedudukan yang paling penting dalam mendidik masyarakat. Malah perpustakaan umum sering diibaratkan sebagai Universitas Rakyat, maksudnya adalah bahwa perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat umum dengan menyediakan berbagai Informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya sebagai sumber belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi semua lapisan masyarakat. Oleh karena posisi perpustakaan umum dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sangat strategis karena fungsinya melayani semua lapisan masyarakat untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan tanpa persyaratan dan tanpa membayar. Perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan yang sangat demokratis karena menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan melayaninya tanpa membedakan suku bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, tingkatan sosial, dan umur. Perpustakaan umum menyediakan bahan bacaan dan sumber belajar lainnya bagi semua tingkatan umur, yaitu bagi kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut, laki-Iaki maupun perempuan.
Apabila perpustakaan umum dapat dikelola dengan baik dan keberadaannya dapat dijangkau oleh masyarakat maka perpustakaan umum dapat berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang sangat menunjang konsep pendidikan seumur hidup, dan mengakselerasi usaha mencerdaskan kehidupan bangsa menuju masyarakat informasi.
B. Permasalahan Perpustakaan Jawa Barat
1. Buta Huruf
Sampai hari ini persoalan buta huruf di Jawa Barat masih cukup memprihatinkan. Pada tahun 2008, tercatat 972 ribu penduduk pada rentang usia produktif (15-44 tahun) di provinsi ini, ternyata masih tak mampu baca tulis. Sebanyak 68 persen di antaranya adalah wanita. (Republika, 4 Maret 2008). Ini berarti bahwa 10% penderita buta huruf Indonesia ada di Jawa Barat. Yang cukup menghawatirkan lagi adalah bahwa para penderita buta huruf yang telah disembuhkan tidak dipelihara dengan baik yang akibatnya terjadi buta huruf kembali. Bisakah Jawa Barat bebas buta huruf pada tahun 2010 sebagaimana telah ditargetkan Pemprov?
2. Minat Baca
Masalah minat baca juga masih rendah, masalah literasi terbesar bukan hanya di Jawa Barat akan tetapi juga secara nasional. Rendahnya minat baca ini telah banyak dikemukan oleh para ahli di antaranya oleh budayawan ternama Ajip Rosidi dan Taufik Ismail. Menurut Ajip Rosidi penerbitan buku di Indonesia saat int sekitar 12 ribu judul buku setiap tahun dengan oplah hanya dua sampai tiga ribu setiap judul bagi bangsa dengan penduduk 225 juta niscaya tidak berarti apa-apa. Itu pun pada kenyataan banyak penerbit yang mencetak bukunya hanya 500 eksemplar.12 ribu x 5 ribu (dinaikkan angkanya), jumlahnya hanya 60 juta buku. Dengan demikian, setiap orang hanya kebagian membaca 60 juta berbanding 225 juta = 0,27 judul buku dalam setahun! Kalau setiap buku rata-rata tebalnya 100 halaman, maka dalam 365 hari setiap orang Indonesia hanya membaca 27 halaman. Atau setiap halaman dibaca selama hampir dua minggu. Karena angka-angka itu sudah dibesarkan maka ”tentu saja kenyataan yang terjadi lebih menyedihkan dari itu," (Radar Bandung, 24September 2006).
Sedangkan menurut Taufik Ismail di Indonesia telah terjadi defisiensi budaya yang sudah luar biasa parah dan sudah berlangsung 55 tahun lamanya. Berdasarkan penelitian beliau terhadap buku-buku sastra wajib di sekolah menengah atas untuk melihat tingkat minat baca siswa maka disimpulakn bahwa telah terjadi sebuah ”tragedi nol buku” di Indonesia.
3. Sarana Baca (Resources Center)
Sampai saat ini Jawa Barat memiliki 11 jenis perpustakaan diantaranya adalah sebagai berikut: Taman Baca Masyarakat (TBM) seabanyak 627 TBM yang tersebar di 14 kabupaten/kota; perpustakaan SKPD Provinsi Jabar 48 unit, perpustakaan umum Kota/Kabupaten 25 unit, perpustakaan kecamatan 449 unit, perpustakaan desa/kelurahan sebanyak 5.779 unit, Taman Bacaan Masyarakat, sanggara baca dan rumah baca sebanyak 272 unit, perpustakaan sekolah dari jenjang SD sampai SMA sebanyak 24.992 unit, perpustakaan madrasah dari jenjang MI sampai MA 5.627 unit, perpustakaan Ponpes sebanyak 4.380 unit, perpustakaan Perguruan Tinggi 335 unit, perpustakaan rumah ibadah 4.750 unit (Sumber : jabarprov.go.id)
Dari keseluruhan sarana baca tersebut belum ada satu pun perpustakaan yang patut untuk dijadikan model atau teladan. Hampir semua perpustakaan yang ada sekarang ini dikeolal bukan oleh ahlinya dan terkesan asal-asalan. Untuk perpustakaan sekolah terabaik tingkat Jabar misalnya, setelah diadakan studi banding ternyata mendapat peringkat terbaik hanya didasarkan pada persyaratan administratif, belum pada programnya. Belum lagi perpustakaan pesanten, TBM, dan lain-lain hampir semuanya belum mendapat sentuhan pengelolaan yang memadai.
4. Badan Perpustakaan Daerah (BAPUSDA)
Ironisnya, Badan Perpustakaan Daerah (BPUSDA) sendiri, sebagai Perpustakaan yang membina seluru perpustakaan yang ada di wilayah Jawa Barat, keberadaannya cukup memprihatinkan. Dan tidak layak untuk dijadikan model pengelolaan perpustakaan. Sampai hari ini pelayanan masih dilakukan secara manual, dan dengan pelayanan yang terkesan asal-asalan, dilaht dari programnya juga belum memperlihatkan sebuah perpustakaan yang adaptif terhdapa perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta perkebangan bidang keperpustakaan (library and librarianship) pada khsusnya. Bapusda sangat tertinggal dibandingkan dengan pengelolaan sekolah dasar sekalipun (debandingkan dengan sekolah Dasar “al-Hikmah Surabaya, sebagai juara nasional perpustakaan SD). Yang apabila dilihat dari anggarannya jauh lebih sedikit.
Padahal apabila kita melihat peran dan kedudukannya sebagai lembaga teknis Pemrov Jawa Barat, Bapusda dapat menjadi katalis perubahan yang sangat potensial bagi msyarakat Jawa Barat.
5. Tenaga Pengelola Perpustakaan (Pustakawan)
Secara kuantitas Jawa Barat masih sangat banyak memerlukan pustakawan. Menurut Prof. Sulistyo Basuki, dari tujuh ribu sekolah yang membutuhkan lulusan ilmu perpustakaan, baru 10 sekolah saja yang terisi dengan juru kepustakaan yang andal. Untuk mengisi juru kepustakaan di SMA, tenaganya haruslah berpendidikan D-4 atau S-1,''. Demikian pula untuk mengisi jabatan sebagai juru kepustakaan di SMP haruslah berpendidikan D-3, sedangkan untuk SD minimal lulusan D-2. Sulistyo berbicara berhubungan dengan telah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
Disamping minimnya jumlah tenaga pustakawan, secara kualitas tenaga yang ada sekarang pun cukup memprihatinkan. Rata-rata mereka hanya memiliki basic skill perpustakaan yang sangat minim. Masih sangat jarang sekali tenaga pustakawan untuk tingkat manajerial apalagi untuk tingkat ahli (leader). Selain itu, para pustakawan banyak yang merasa minder dengan profesinya sebagai pengelola perpustakaan. Tentu saja ini semua mememerlukan sebuah upaya rekontruksi kepribadian serta membangun citra (image bulding) pustakawan supaya menjadi tenaga yang profesional.
6. Literasi Informasi
Bukan wacana baru bahwa tradisi literasi di Jawa Barat, dan di Indonesia pada umumnya, belum menjadi prioritas dalam pendidikan masyarakat. Padahal literasi di masyarakat merupakan fondasi kemajuan suatu bangsa atau daerah. Literasi informasi adalah kemampuan seseorang dalam mengakses, mengolah, dan menggunakan informasi. Maha pentingnya literasi informasi ini salah satunya dikemukakan oleh Hartoonian, seorang politikus AS yang mengatakan bahwa “ if we want to be a superpower we must have individuals with much higher levels of literacy” Jepang mengupayakan budaya literasi kepada masyarakatannya sejak dimulainya Restorasi Meiji satu abad yang lalu, dan sekarang kita saksikan, negara ini menjadi raksasa ilmu pengetahuan dan teknologi (Putra, 2008). Begitpun Malaysia, mengharuskan mengajarkan literasi informasi sejak tingkat SMP dalam kebijakan pendidikannya.
Sangat disayangkan, bahwa masalah literasi informasi ini belum dijadikan program yang penting di Jawa Barat, khususnya oleh Bapusda maupun Dinas Pendidikan. Oleh karena itu tidak heran apabila masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu literasi informasi. Padahal dinegara lain sudah menjadi kebijakan bukan lagi wacana. Jawa Barat dapat menjadi pelopor dalam memajukan masyarakat melalui sosialisasi dan pengajaran literasi informasi untuk mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang mandiri, dinamis, dan sejahtera.
C. Arah Kebijakan Umum Pemerintah Daerah
Arah kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat di bidang perpustakaan mengacu pada:
Misi kesatu yaitu memecah stagnasi pembangunan dengan mengakselerasi secara lebih pencapaian kesejahteraan masyarakat di bidang daya beli, kualitas pendidikan, dan kualitas kesehatan
Misi kelima yaitu memperkuat pemberdayaan perempuan dalam pembangunan sosial politik dan perlindungan terhadap anak
Misi ketujuh yaitu memelihara dan mengembangkan budaya dan kearifan lokal
Misi kedelapan yaitu mengokohkan kualitas demokrasi dengan edukasi politik dan menyertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan politik.
Misi tersebut diatas dijabarkan kedalam misi perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Barat sebagai berikut:
Misi kesatu
Membangun sumber daya manusia yang profesional dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
Misi kedua
Revitalisasi dan ekstensifikasi semua jenis perpustakaan dan taman bacaan masyarakat
Misi ketiga
Melestarikan dan mengembangkan literatur dan dokumen budaya dan kearifan lokal
Misi keempat
Membangun dan meningkatkan budaya baca masyarakat
Misi kelima
Membangun generasi literat melalui edukasi literasi informasi di lembaga pendidikan
Misi keenam
Meningkatkan dukungan sarana dan prasarana perpustakaan dan informasi
Untuk mewujudkan misi tersebut di atas maka dibuat arah kebijakan penyelenggaraan daerah bidang perpustakaan melalui tujuh program sebagai berikut:
Program membangun kapasitas sumber daya pengelola perpustakaan
Program revitalisasi perpustakaan
Program membangun jejaring dan kemitraan
Program dokumentasi budaya dan kearifan lokal
Program membangun budaya baca masyarakat
Program edukasi literasi informasi di lembaga pendidikan
Program peningkatan sarana dan prasarana
D. Prioritas Pembangunan Daerah
Salah satu prioritas pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat adalah pengentasan kemiskinan dan pengingkatan kualitas hidup masyarakat. Maka dijabarkan menjadi prioritas pembangunan bidang perpustakaan dengan menetapkan program dan kegiatan menurut urutan prioritas sebagai berikut:
-
Program membangun kapasitas sumber daya pengelola
perpustakaan
-
-
Kegiatan pendidikan dan pelatihan penyetaraan bagi calon tenaga pustakawan
Kegiatan pendidikan dan pelatihan pustakwan berjenjang
Kegiatan pendidikan dan pelatihan tematik kepustakawan (librarianship)
Kegiatan pendidikan dan pelatihan kedinasan/struktural
-
-
Program revitalisasi perpustakaan
Kegiatan reposisi Badan Perpustakaan Daerah
Kegiatan re-engineering manajemen Badan Perpustakaan Daerah
Kegiatan pembinaan perpustakaan dan taman bacaan masyarakat
Kegiatan diversifikasi layanan perpustakaan
Kegiatan membuat model untuk setiap jenis perpustakaan
-
Program membangun budaya baca masyarakat
Kegiatan pameran buku keliling
Kegiatan lomba putri dan pangeran buku memperebutkan piala gubernur untuk semua jenjang pendidikan SD/SPM?SMA dan sederajat; lomba Ratu buku dan Raja buku untuk tingkat mahasiswa; lomba keluarga membaca untuk masyarakat umum.
Kegiatan pemilihan perpustakaan terbaik, pustakawan teladan, pengunjung perpustakaan teladan.
Kegiatan literacy reality show (seperti jambore buku atau book camp)
Kegiatan sosialisasi “donor buku” melalui gerakan “voucher buku”
-
Program edukasi literasi informasi di lembaga pendidikan
Kegiatan seminar dan workshop literasi informasi
Kegiatan introdusi literasi informasi di sekolah dan pesantren
Kegiatan pengajaran library skill di sekolah dan pesantren
Kegiatan aplikasi model literasi informasi di sekolah dan pesantren
-
Program membangun jejaring dan kemitraan
Kegiatan membuat jaringan perpustakaan SKPD Provinsi Jawa Barat
Kegiatan membuat jaringan perpustakaan umum Provinsi Jawa Barat
Kegiatan menjalin kemitraan dengan lembaga pendidikan
Kegiatan menjalin kemitraan dengan lembaga penelitian
Kegiatan menjalin kemitraan dengan korporasi
Kegiatan menjalin kemitraan dengan LSM
Kegiatan menjalin kemitraan dengan departemen
-
Program dokumentasi budaya dan kearifan lokal
Kegiatan penelurusan literatur warisan budaya Jawa Barat
Kegiatan dokumentasi produk dan karya unggulan daerah Jawa Barat
Kegiatan inventarisasi grassroot inovation
-
Program peningkatan sarana dan prasarana
Kegiatan penambahan perpustakaan desa
Kegiatan pembuatan i-library (web based library)
Kegiatan pengadaan “toko buku berjalan”
Kegiatan otomasi perpustakaan Bapusda
Kegiatan pembangunan outlet daerah tingkat II di Bapusda
Kegiatan pembangunan galeri Jawa Barat di Bapusda
Kegiatan administrasi perkantoran
Kegiatan penyelenggaraan barang dan jasa
E. Unggulan Pembangunan Daerah
Salah satu Proram Unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah jaminan kesehatan dan pendidikan. Khusus bidang pendidikan, program ini akan membangun fasilitas pendidikan masyarakat berupa perpustakaan keliling dan perluasan akses internet dalam rangka menumbuhkan minat baca masyarakat. Dalam rangka menjabarkan program unggulan daerah tersebut, bidang perpustakaan akan membuat program unggulan pembangunan perpustakaan berupa Pusat Informasi Bergerak (Mobile Information Center/MIC). MIC ini merupakan perpaduan antara:
Laboratorium komputer berjalan (M-Lab) untuk pengajaran dan praktek komputer dan internet
Perpustakaan berjalan/keliling (M-Lib). Koleksi M-Lib tidak hanya berupa buku, akan tetapi dilengkapi dengan pangkalan data yang berisi informasi mengenai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama teknologi sederhana (life skill) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di daerah kabupaten.
Tempat peminjaman alat permainan edukatif (APE) serta perleng-kapan pemberantasan buta aksara.
Untuk merealisasikan program pembuatan Pusat Informasi Bergerak ini, diperlukan beberapa kegiatan seperti berikut ini:
Kegiatan pengadaan laboratorium berjalan (M-Lab)
Kegiatan pengadaan perpustakan berjalan (M-Lib)
Kegiatan pengadaan alat permainan edukatif (APE)
Kegiatan rekrutmen SDM pengelola MIC
Kegiatan pendididkan dan latihan pengelolaan MIC
F. Filosofi
Dari waktu ke waktu, perpustakaan selalu mengalami redefinisi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa:
Pada saat peradaban memasuki gelombang pertama (zaman pertanian) perpustakaan dibutuhkan oleh suatu organisasi
Pada saat peradaban memasuki gelombang kedua (zaman industri) perpustakaan makin penting bagi organisasi
Pada saat peradaban memasuki gelombang ketiga (zaman informasi) perpustakaan manjadi “hati dan jiwa” setiap orang dalam suatu organisasi.
Karena itu, perpustakaan—sebagai institusi yang dapatif—di masa depan akan berlandaskan pada filosofi sebagai berikut:
Perpustakaan harus menjadi suatu pusat informasi strategis yang bisa memberikan kontribusi berkelanjutan utnuk stakeholder utama yaitu masyarakat pengguna (pemustaka), karyawan, dan pemerintah.
Perpustakaan akan menjadi “jantung” suatu organisasi dan komunitas; karena itu setiap orang akan menjadi “pustakawan”. Artinya, praktek keperpustakaan tidak lagi hanya monopoli pengelola perpustakaan (fungsional pustakawan), tetapi menjadi landasan semua orang dalam mengambil keputusan.
G. Metode
1. Membangun Arah Baru Perpustakaan Umum
Meningkatkan daya dukung perpustakaan yang sudah ada untuk pemenuhan kebutuhan pengguna dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya melalui perluasan fasilitas, koleksi dan pembaruan sistem informasi. Pada sisi yang lain dukungan itu dapat diperluas dengan menjawab sebuah pertanyaan: “Bagaimana membuat penyandang kebutuhan khusus, orang buta aksara, kesulitas membaca, ibu hamil, lansia, anak-anak pra sekolah, atau siapapun yang selama ini tidak menjadi prioritas sasaran layanan pustaka dapat menikmati layanan?”
Pertanyaan di atas dapat dijawab dengan mengembangkan fungsi baru perpustakaan umum yaitu menjadi Rumah Baca Terpadu (RBT) Apa yang tak dapat dilakukan di perpustakaan, dapat di rancang untuk bisa diselenggarakan di RBT. Apa yang membuat orang enggan datang ke perpustakaan, dapat diubah menjadi daya tarik RBT. RBT tak harus sunyi. Jika diperlukan RBT dapat ceria, penuh kegembiraan, terbuka—selaras denyut kehidupan warga sekitarnya.
Pada dasarnya perustakaan itu sendiri adalah Rumah Belajar. Hanya saja selama ini belum banyak yang mengetahuinya, karena terbatasnya bentuk layanan perpustakaan. Oleh karena itu yang terpenting bukanlah mengubah, tetapi mengembangkan layanan perpustakaan, sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan warga setempat menjadi seorang menusia pembelajar—makhluk yang harus selalu belajar.
Di masa depan Perpustakaan akan lebih mendorong masyarakat menuju masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan dengan memancangkan fungsi dan peran baru sebagai berikut:
Perpustakaan menjadi wahana baru penyaluran prakarsa masyarakat
Perpustakaan dapat dijadikan sebagai tempat berkumpul masyarakat. Selain tempat meminjam dan membaca buku, diadakan juga layanan tambahan untuk berbagai macam mata pelajaran, misalnya menyelenggarakan les tambahan matematika dan bahasa Inggris. Perpustakaan akan terus mengembangkan aktifitas dan layanan sesuai kebutuhan pengguna yang rata-rata murid sekolah.
Perpustakaan juga akan dilengkapi dengan peminjaman Alat Permainan Edukatif (APE) bagi anak usia dini.
Melakukan pembaruan aktivitas yang sudah ada
Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang mencintai buku sejak awal akan mengerti semahal apapun buku, tak pernah lebih mahal dari kandungan rahasia yang terbungkus di dalamnya. Semakin seseorang mencintai dunia baca semakin mereka merasa haus. Kehausan yang justru sungguh menyenangkan. Perlu upaya yang cukup mendasar unuk kembali memperemukan sikpa masyarakat yang terlanjur terpuruk menuju arah yang keliru dengan daya tarik buku yang sessungguhnya tak pernah lengkang dimakan waktu.
Dengan cara-cara baru, perpustakaan sesungguhnya dapat secara kreatif memupuk kencintaan pada buku. Jika dunia bisnis mengenal istilah promosi, perpustakaan dapat mengupayakan sesuatu yang disebut “promosi cinta buku”, yaitu kegiatan mendorong warga untuk mencintai dan membaca buku. Kegitan itu misalnya kuesioner usulan jenis buku, lomba resensi buku, lomba perpustakaan sekolah, edaran rutin daftar buku baru, dll.
Secara jujur dapat dikatakan bahwa perpustakaan yang ada saat ini masih terbatas hanya dinikmati oleh pengguna dari kalangan tertentu. Maka pastilah orang-orang yang datang ke perpustakaan itu sebenarnya bukanlah orang “sembarangan”. Mereka sebenarnya dapat menjadi sumber ilmu yang mungkin jauh lebih baik daripada buku itu sendiri. Pola pikir yang menempatkan perpustakaan dan buku sebagai sumber ilmu tidak keliru, sampai kita menyadari kenyataan baru bahwa sebenarnya perpustakaan telah menjadi tempat bertemunya orang-orang yang berilmu dan haus akan ilmu baru. Dari sini dapat digagas berbagai kegiatan yang dapat difasilitasi perpustkaan untuk berlangsungnya interaksi atar pengguna.
Mendukung capaian prestasi belajar sekolah
Setiap sekolah yang baik hampir dapat dipastikan memiliki perpustakaan. Dapatkah perpustakaan itu memberikan pelayanan yang maksimal? Tidakkah dari total waktu anak berada di sekolah sebagian besar dihabiskan untuk belajar di kelas? Perpustakaan bisa jadi hanya memberikan pelayanannya pada jam-jam istirahat dan pulang sekolah. Tentu saja seperti itu. Bukankah anak-anak bersekolah untuk belajar di kelas dan bukan di perpustakaan?
Apa yang tidak bisa dilakukan oleh perpustakaan sekolah sebenarnya dapat dilakukan oleh RBT. Perpustakaan letaknya di tengah-tengah komunitas dan dapat dibuka sesuai jam yang diperlukan oleh para pengguna.
Juga bila disadari bahwa tidak semua rumah memiliki perpustakaan keluarga serta ruang yang cukup bagi anak untuk belajar dengan tenang, maka fungsi ini dapat dilakukan oleh RBT.
RBT merupakan tempat bertanya dan tempat segal pertanyaan. Dengan demikian perpustakaan tak harus sunyai. Perpustakaan dipenuhi oleh arus lalu lintas pencarian dan keingintahuan para pemakainya.
Perpustakaan menjadi wahana pengembangan psikomotorik
Dunia pendidikan modern mengenal ranah sasaran pembelajaran berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk menjelaskan aspek pengetahuan, perasaan, dan ketrampilan. Bangsa kitapun secara tradisional memiliki ranah cipta-rasa-karsa. Tidaklah cukup seseorang punya pengetahuan, perasaan, dan keterampilan. Itu semua harus berakhir dengan proses penciptaan. Mencipta karena ada rasa dan karsa, yaitu kehendak.
Seperti halnya pelukis menciptakan lukisan, koreografer menciptakan tarian, komposer mencipta lagu, kitapun orang awam dapat mencipta setiap saat. Menciptakan sikap yang baik, menciptakan kegembiraan, menciptakan harapan, dsb.
Di sekolah anak-anak diperkenalkan kepada teori, dan teori itu mesti diwujudkan. Mewujudkan itu memerlukan latihan. Sebagai contoah, kita dapat menjelaskan cara berang dalam dua menit, tetapi menerapkan yang dua menit itu diperlukan latihan berjam-jam, dan mungkin berhari-hari. RBT dapat menjadi sarana yang mendukung latihan semacam itu.
Perpustakaan menjadi wahana Pengembangan nilai dan afeksi
Secara tidak langsung ada hubungan antara moral sebuah cerita dengan perilaku anak-anak. Kalau kita cermati buku-buku best seller di bidang pengambangan diri dan motivasi, kita akan jumpai kesamaan tentang perlunya orang mempunyai mimpi, pikiran positif, pembangkitkan kemampuan bawah sadar, yang lalu terwujud dalam tindakan.
Dengan melalui kegiatan mendongeng (storytelling) yang baik, benar, dan tidak menggurui, anak-anak dapat terdorong untuk berimajinasi, mengidentifikasi dirinya sebagai tokoh dalam dongeng, termasuk melakukan hal-hal yang menjadi pesan dari dongeng itu.
Pada zaman sekarang dongeng bisa disampaikan bukan saja dengan penuturan tapi bisa memlaui perangkat audiovisual (VCD). Dengan memutar film kartun seperti Finding Nemo, misalnya anak-anak akan belajar mengenai bagaimana kasih seorang ayah kepada anaknya. Atau dengan memutar cuplikan film My Dream para pemirsa akan termotivasi semangat dan daya juangnya dalam menempuh kehidupan ini. Serial pembelajaran VCD Harun Yahya juga sangan baik untuk membawa pamahaman nilai religiusitas secara rasional. Pada setiap pemutaran film harus dadampingi oleh seorang pemandu untuk membimbing anak-anak mengenal nilai dan afeksi.
Perpustakaan menjadi sentra pengembangan hobi dan karir
Hobi itu bukan sekedar makan makanan kesukaan, mendengarkan musik, apalagi shopping, dll. Hobi adalah kegiatan yang membuat pelakunya fokus, mencurahkan segenap kemampuan dan ketrampilan. Karena itu hobi mampu memotivasi yang bersangkutan larut dan menciptakan waktunya sendiri bersama hobi itu.
Kita sering mendapat gambaran yang salah tentang hobi ini. Juga karena adanya kecenderungan yang disengaja, misalnya ekspose hobi para selebriti yang terkesan mahal dan mengada-ada. Lalu hobi itu menjadi lebih mirip penghaburan uang secara tidak pantas dan berlebihan. Tentu saja itu adalah sangat pantas untuk disesalkan, apalagi kalau sudah tertanam dalam diri masyarakat.Sejatinya hobi adalah sebuah aktivitas yang dapat membangun daya hidup, memperluas budi, dan juga secara ekonomis menguntungakan.
Perpustakaan dapat berperan penting dalam ’meluruskan’ hobi ke arah yang lebih produktif dan bermakna. Jika misalnya ada komunitas punya hobi memelihara burung, ikan, dan binatang eksotis, mereka dapat dipancing untuk memahami secara lebih mendalam lewat buku-buku bacaan. Mereka bisa didorong menciptakan kiat-kiat baru untuk lebih memberikan kenyamanan, dan daya hidup yang lebih tinggi kepada hewan peliharaannya. Mereka bisa lebih didorong untuk semakin mencintai dengan lebih mendalam, dan puncaknya ketika timbul kesadaran bahwa kecintaan kepada satwa tak dapat dipisahkan dengan kemerdekaan, hak hidup, hak berkembang biak dari satwa itu sendiri. Lalu pada momen Hari Lingkungan Hidup, RBT menggelar acara melapas satwa ke habitat, melepas anak-anak ikan ke sungai, dsb.
Perpustakaan dapat mendorong dan mewadahi anggota untuk menekuni hobi yang secara ekonomis menguntungkan dan mungkin di kemudian hari dapat menjadi profesi andalan.
Perpustakaan menjadi sentra layanan rekreatif
Sebenarnya permainan interaktif atau bahkan permainan tradisional yang berkembang pada masa lalu adalah media pembelajaran yang diciptakan untuk melakukan proses pendidikan. Permainan monpoli misalnya, adalah permainan yang diciptakan untuk memberikan pemahaman terhadap aktifitas ekonomi, baik tentang perederan uang, hingga pengelolaan aset. Permainan ular tangga adalah permainan yang memberikan pemahaman tentang peluang, dan permainan congklak mengajarkan pola berpikir matematis, dan masih banyak lagi. Kesemuanya itu merupaka produk dari pemahaman yang mendalam tentang mentalitas anak untuk bekal di kemudian hari.
Momentum yang tepat untuk menyelenggarakan layanan ini adalah pada saat bulan puasa. Pada bulan ini ada sebuah budaya yang populer disetiap daerah yaitu ngabuburit. Perpustakaan dapat dijadikan pusat ngabuburit masyarakat, dimana pada saat-saat menunggu buka puasa, anak-anak dan remaja khususnya, dapat mengisinya dengan bermain congklak, ular tangga, monopoli, karambol, dll. Sesekali mereka dikondisikan untuk membaca buku-buku tentang permainan Nusantara tempo dulu dan mempraktekannya. Menjelang buka puasa mereka mengakhiri permainan, mengembalikan peralatan ke tempat penyimpanan dan lalu pulang ke rumah masing-masing. Momentum yang tepat lainnya adalah pada saat liburan sekolah.
Di perpustakaan permainan bisa dikemas menjadi sesuatu yang lebih berarti. Setiap permainan selesai ada seorang dari komunitas perpustakaan yang memimpin diskusi kecil yang memberikan kesempatan anak-anak untuk mengungkapkan kesannya terhadap permainan tadi. Pola aktifitas iinilah yang akan menjadikan orang-orang yang aktif di perpustakaan (RBT) memiliki benih-benih kemandirian dalam bertindak.
Perpustakaan Sebagai Pusat Kegiatan Masyarakat.
Apabila Perpustakaan menyesuaikan diri dengan memperhatikan siklus hidup harian masyarakat, sesungguhnya perpustakaan tak akan sepi. Kebutuhan komunitas yang berbeda yang diselenggarakan pada pembagian waktu dalam sehari ini harus jeli dikelola.
Pagi hari semua sibuk, inilah saat RBT untuk berbenah. Usai masak, para ibu mempunyai waktu, inilah waktu yang baik untuk membuka kegiatan di perpustakaan bagi komunitas kaum ibu. Demikian juga halnya dengan balita. Biasanya balita tak dapat dipisahkan dengan para ibu.
Siang hari usai dzuhur anak-anak pulang sekolah. Ini waktu yang tepat untuk jasa pelayanan pinjaman buku, bimbingan pembuatan PR. Sore antara ashar dan maghrib anak-anak juga punya waktu luang, ini baik untuk kegiatan kolektif, rekreatif, hobi dan sebagainya. Sore saat anak-anak belajar, perpustakaan juga bisa menyediakan ruangan untuk bimbingan pembuatan PR. Malam sekitar isya anak-anak remaja mendapat giliran dengan berbagai aktifitas.
2. Membangun arah baru perpustakaan lembaga pendidikan
Tidak akan lama lagi landasan filosofis pendidikan akan mengalami perubahan menuju proses pedagogi seperti berikut ini:
-
dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada murid (from teacher centered to student centered). Murid lebih banyak terlibat dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator.
Dari pembelajaran berdasar bahan ajar menjadi pembelajaran berdasar sumber belajar (from text book based learning to resource based learning).
Dari penilaian sumatif produk menjadi penilaian formatif proses (from summative assessment of products to formative assessment of process).
Dan apabila perubahan dalam pedagogi ini terjadi, maka peran perpustakaan sekolah akan menjadi signifikan dalam pembelajaran di sekolah (dalam sistem belajar mengajar):
Perpustakaan berubah dari hanya berperan sebagai “layanan penunjang” (supportive services) menjadi mitra proses pembelajaran.
Perpustakaan berubah dari penyedia informasi tercetak menjadi koleksi multimedia dinamis yang menyediakan informasi lengkap yang berhubungan kegiatan kurikulum.
Dengan adanya pergesran-pergesan tersebut maka pengajaran penguasaan masalah perpustakaan (library skill) dan literasi informasi (information literacy) di lemaga-lemaga pendidikan merupakan suatu keniscayaan.
3. Reposisi Badan Perpustakaan Daerah (Bapusda)
-
Bapusda dijadikan model dalam pengelolan perpustakaan umum di Jawa Barat.
Bapusda berperan dalam memonitor munculnya berbagai kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat yang berpengaruh terhadap layanan perpustakaan dan dunia perpustakaan pada umunya. Bapusda harus senantiasa menginformasikan, mengedukasi, serta manyadarkan masyarakat tentang perkembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bapusda dijadikan ”etalase” atau pront office Jawa Barat.
Bapusda menjadi ”perpustakaan sentral” untuk SKPD Jawa Barat.
Bapusda menjadi pusat data dan informasi Jawa Barat
Dengan positioning seperti di atas Bapusda akan menjadi institusi strategis dalam marketing Jawa Barat. Selain itu juga Bapusda akan menjadi institusi tujuan bagi masyarakat atau turis yang ingin mengetahui Jawa Barat. Dengan demikian Bapusda akan semakin ramai dikunji oleh masyarakat, dan ini merupakan potensi finansial yang luar biasa untuk kemandirian Bapusda itu sendiri.
H. Strategi
Untuk merealisasi program-program di atas dapat digunakan tiga macam strategi implementasi yaitu strategi kekuasaan (power strategy), strategi persuasif (persuasive strategy), dan strategi normatif-reedukatif (normative-reeducative strategy).
Pertama, strategi kekuasaan hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Dengan kewenangannya dapat mengintruksikan bahkan melakukan mobilisasi struktural dari tingkat gubernur sampai struktur yang paling bawah. Misalnya dengan mengeluarkan Perda atau Keputusan Gubernur. Untuk melakukan hal ini sekarang telah didukung dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 47 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Strategi kekuasaan akan lebih efektif digunakan karena bersifat memaksa semua elemen pemerintahan untuk beraksi. Juga, mengingat budaya masyarakat ”menunggu perintah dari atasan” yang masih melekat.
Kedua, dalam menggunakan strategi persuasif, media massa memiliki peranan yang besar. Karena, pada umumnya strategi persuasif dijalankan melalui pembentukan opini publik dan pandangan masyarakat yang tidak lain melalui media massa (buku, koran, majalah, TV, Internet). Usaha persuasif ini dapat dilakukan dengan menayangkan iklan layanan masyarakat di media massa baik cetak maupun elektronik.
Ketiga, strategi normatif-reedukatif (normative-reeducative). Normative adalah kata sifat dari norm (norma) yang berarti aturan yang berlaku di masyarakat. Posisi kunci norma-norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat di Jawa Barat telah diakui secara luas oleh hampir semua imuwan sosial. Norma termasyaraktkan melalui education (pendidikan). Oleh karena itu, strategi normatif ini umumnya digandengkan dengan upaya reeducation (pendidikan-ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang baru. Dan lembaga yang paling tepat untuk hal ini adalah lembaga pendidikan.
I. Penutup
Perpustakaan merupakan refleksi peradaban yang telah dicapai suatu daerah. Perpustakaan berperan dalam memperkenalkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan kepada masyarakat, serta turut serta dalam menanamkan sikap untuk terus menerus belajar secara berkelanjutan sepanjang hayat. Dengan kata lain, perpustakaan berperan aktif dalam membantu mencerdaskan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dan produktif dalam menggapai terwujudnya masyarakat Jawa Barat mandiri, dinamis, dan sejahtera.
Comments |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...