Article Index |
---|
Jendela Dunia Yang Terkoyak |
Page 2 |
Page 3 |
Page 4 |
All Pages |
Begitu dahsyatnya perana buku dalam membangun peradaban suatu bangsa, hampir seluruh mantan presiden AS sealumembuat otobiografi sebagai buti kecintaan mereka pada budaya membaca buku. “ Reading is My Hobby” demikianlah sejarah mencatat, sehingga AS memiliki pempimpin-pemipimin besar yang gila buku, seprti John Quicy Adams, Abraham Licoln, dan JF Kennedy; Inggris pernah memiliki pemimpin legendaris Winston Schruchill yang maniak buku; dan India memiliki pemimpin besar Jawaharlal Nehru yang kutu buku. Keteladananmereka dalam hal membaca buku telah tertular secara meluas pada rakyatnya. Ketiga negara itu sekarang tercatat sebagai penghasil buku terbesar di dunia. Clinton dalam otobiografinya menulis bahwa buku adalah jembatan menuju abad 21.
Sejarah Islam merupakan catatan orang-orang basar pecinta buku. Hampir semua pelatak dasar ilmu-ilmu modern berasal dari para pemikir Muslim. Mereka bukan para ”ulama murni” yang hanya mendalami ilmu-ilmu keagamaan, akan tetapi juga adalah para ilmuwan. Ibnu Sina peletak ilmu kedokteran, Muhammad bin Ahmad yang menemukan angka nol. Sekarang anda bisa dengan mudah menuliskan semua bilangan tadi dengan bantuan angka nol hasil penemuannya. Kemudian pemikiran tersebut dilanjutkan oleh Muhammad bin Musa Al Khawarizmiy, yang menemukan perhitungan Al Jabar yang merupakan dasar dari ilmu pasti. Mereka adalah pemikir-pemikir Islam kala itu. Seperti kata Roger Geraudy, seorang cendekiawan Perancis, selama berabad yang yang lalu dunia barat hanya bisa membanggakan satu orang jenius yang miliki multi disiplin keilmuan yaitu Leonardo Da Vinci. Akan tetapi sebenarnya dalam Islam terdapat begitu banyak orang-orang yang jenius secara universal seperti Al Kindi, Ar Razii Al Baruni, sampai Ibnu Sinna. Ibnu Majid (ahli kelautan) yang menjadi inspirator bagi Vasco Da Gama untuk menemukan Calcutta. Ibnu Nafis (pakar kedokteran) yang menemukan sirkulasi darah empat ratus tahun sebelum Harvey dan tiga ratus tahun sebelum Servet dari Eropa. Abdul Qosim yang menyelidiki TBC tulang punggung, tujuh abad sebelum Percivall Pot (1713-1788) menemukannya. Belum lagi nama-nama Zero, Cikali Elixir dalam bidang kimia. Dalam bidang geografi terdapat nama-nama Azure, Zenith, Azimuth, Gibraltar, dan lain-lain, yang semuanya berasal dari Islam. (Agustian, 2001)
Azyumardi Azra mengatakan bahwa peradaban Islam adalah peradaban buku-buku; jalan hidup Muslim dipandu Buku; dan kita menemukan nilai hidup kita hanya dalam buku-buku. Tuhan kita juga termanifestasi dalam Buku; dan identitas kita terbentuk oleh buku-buku. Jadi, bagaimana bisa ada orang di antara kita yang merusak Buku, dan menjadi para pengkhianat buku-buku? (Republika, 31 Agustus 2006 )
Waktu berbicara pada saat kongres Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Mohamad Sobary, seorang budayawan, mengatakan: “Bagi saya, buku itu dunia ide, dunia gagasan. Saya mau menerima pendirian bahwa buku itu benda, yang oleh orang kantor pos disebut “barang cetakan”, dan jadi barang dagangan di tangan para penerbit. Tapi jangan salah, peradaban berkembang karena dunia gagasan, dunia ide, yang bergerak, dan tak pernah berhenti bertanya tentang apa lagi dan apa lagi, yang bisa membikin manusia hidup enak, makmur, dan sejahtera. Isi, dan jiwa, atau dunia ide, yang tercetak di dalam buku-buku itu yang membuat peradaban berkembang. Buku sebagai onggokan materi, hanya kertas, dan bisa berubah manjadi bungkus tahu pong, kacang tanah, cabai, atau trasi. Lalu dibuang. Tapi dunia ide, dunia gagasan tetap hidup. Dan mentereng.
Peradaban modern, berkembang dan maju karena buku. Bangsa Arab, parcaturunnya ayat pertama, ”iqra”: bacalah, maju luar biasa, dan membikin gebrakan peradaban sangat modern sesudah mereka memasuki dunai buku, dan meninggalkan tradisi lisan. Para punjangga besar Islam menulis buku-buku babon, peletak dasar ilmu-ilmu, sesudah belajar, dan mengembangkan lebih lanjut filsafat Yunani. Untuk zamannya, dan untuk kepentingan dirinya sendiri, tradisi lisan sesuatu yang luar biasa. Tapi memasuki peradaban modern, tradisi itu tampak melankolik, dan kesepian, karena tak mampu menjawab kebutuhan zaman, yang ditandai membaca, menulis, dan mengembangkan dunia ide secara tertulis. Tradisi lisan lalu dianggap kurang relevan. Maka komunikasi tertulis pun menjadi cara terkini untuk menandai bahwa kita bagian dari modernitas dan kemajuan, dan bukan lagi milik masa lalu yang sengaja ditinggalkan di belakang sejarah, yang tdak punya jawaban atas pertanyaan masa depan (Kompas, 17 September., 2006).
Para pahlawan nasional juga rata-rata adalah para pecinta buku. Bung Hatta adalah negarawan besar yang menjadikan buku sebagai istri pertamanya (bukan istri kedua). Dalam biografinya dikatakan bahwa pada saat beliau mau dibuang ke Digul yang pertama-tama dia persiapkan adalah 10 peti buku untuk menyertainya di pembuangan. Saking cintanya pada buku mas kawin kepada Ibu Rahmi adalah dua jilid buku karangannya: Alam Pikiran Yunani. Ibu kos Tan Malaka menuturkan bahwa apabila Iep (sebutan Tan Malaka) membaca buku kelihatan mukanya seperti berwana hijau (saking lamanya). Semua para Pahlwan kita adalah kutu buku. Tidak pernah tercatat dalam lembaran sejarah ada orang sukses tanpa buku.
Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya ada dalam mimpi alias tidak dimiliki, dan kalau pun ada hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini. (Riana, 2003) Ahamd Tohari dalam “Resonansi” koran Republika (3 Juli 2006) menuturkan sebagai berikut:
Comments |
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...