SEPUTAR INDONESIA 14 AGUSTUS 2008
MEMBAYAR ROYALTI ADALAH KEWAJIABAN
Buntut perseturuan antara pemerintah dan pengusaha batu bara soal royalti makin panjang. Titik temu pemecahan prsoalan kian kabur. Kedua belah piak bersikeras mempertahankan argumentasinya masing masing.
Tindakan pengusaha untuk tidak memberikan royalty kepada pemerintah sah-sah saja sepanjang belu ada titik terang penyelesaian restritusi pajak pertambahan nilai (PPN) yang sudah lama dinantikan. Mereka beralasan bahwa persoalan royalty menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Nilainya yang mencapai ratusan juta dollar AS, berpotensi mengganggu aliran kas ke perusahaan, sementara restetusi (PPN) blm jelas
Apakah langkah tersebut bisa dibenarkan atas nama kelangsungan hidup perusahaan? Bole jadi,tapi tidak semua pengusaha batu bara pemegang perjanjian karya pengusaha pertambangan batu bara (PKP2B) generasi satu menunda kewajiban mabayar royalty kepada pemerintah.
Dimata pemerintah ulah pengusaha batu bara yang bandel adalah sebuah tindakan criminal, tak mengherankan bila 14 pengusaha batu bara yang di nilai sudah merugikan negara triliunan rupiah di lakukan tindakan crgah dan tangkal ( cekal) ke luar negri. Langkah pemerintah yang cukup telak mengundang reaksi serius dari kalangan pengusaha.
Memang persoalasn retritusi pajak dan royalty dua hal yang berbeda.Idealnya kewajiban membayar royalty tak boleh di lalaikan seraya menunggu penyelesaian restitusi pajak yang sedang bergulir di pengadilan tata usaha negara(PTUN), namun, pertanyaan persoaslan hukum itu terselesaikan di pengadilan, tidak ada yang bisa memberi jaminan.
Pemerintah menegaskan,PK2B sudah jelas mengatur tentang kewajiban perusahaan membayr royalty. Khusus soal restitusi PPN memang pernah ada judicial review PP NO 144 tahun 2000 dari MA mengenai kewajiban pemerintah mengembalikan PPN perusahaan batu bara.
Bila menelisik dan mencermati lebih jauh masalah royalty tersebut, tanpa bermaksud mencari kambing hitam dalam persoaln ini. Sebenarnya pangkal keruwetan adalah leemahnya penegakan aturan selama ini oleh pemerintah.itu salah satu implikasi dari rendahnya koordinasi antar departemen. Maslah ini bukan barng baru , sudah mendekati 10 tahun maslah ini terkatung katung tanpa pernah ada kejelasan.
Sebenarnya, pemerintah sah saja bertindak tegas dengan mengalihkan kontak pertambngan batu bara kepada kontraktor lain yang mau membyar royalty. Namun, persoalannya tak sesedrhan yang di bayangkan, dampaknya bisa saja jauh lebih besar ketimbang menunda menerima royalty. Namun sikap tegas dan bijak pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini tetap wajib dikedepankan .
Harus diakui bahwa tindakan pencekalan terhadp 14 pengusaha batu bara itu telah menjadi preseden buruk bagi iklim dunia usaha. Di lain pihak, praktek curang seperti tidak membayar royalty yang sudah di atur ddalam kontak perjanjian termasuk kategori merugikan negara.pemerintah juga akan lebih salah lagi bila membiyarkan kekayaan negara di dikeruk hanya untuk kepentingan segelintir orang, sementara negara memerlukan pembiayaan yang semakin besar
Tentu kita tidak ingin masalah ini menjadi polemic yang tidak berujung pangkal, karena tidak ada yang di untungkan. Sudah saatnya kedua pihak segera duduk bersama merumuskan penyelesaian terbaik. Bila kedua pihak masih gengsi duduk bersama untuk berunding, taka da salahnya kamar dagang dan industri (KADIN) Indonesia menjadi mediator.
Idealnya, kedua pihak berkomitmen menjalankan kewajiban masing masing, perusahaan pertambngan batu bara yang belum membayar royalty keapad negara segera membayar. Secepatnya pula pemerintah menyelesaikan kepastian mengenai restitusi PPN untuk perusahaan batu bara yang tertunda. Tentu tak lupa untuk segera mencabut stastus cekal pengusaha batu bara itu.
Comments |
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...