Page 8 of 12
Ketiga, tingkat kemampuan membaca dan selera membaca yang buruk pada masyarakat. Mudah untuk mengidentifikasi bahwa kemampuan membaca (dan menulis) masyarakat Indonesia belum menggembirakan. Ilustrasi yang paling atraktif adalah rendahnya kemampuan membaca dan menulis pra mahasiswa di perguruan tinggi. Para dosen sering mengeluh bahwa dalam membimbing penulisan skripsi, bahkan tesis; para dosen harus susah payah pula membenahi tata bahasa, di mana berdasarkan logika kemampuan tata bahasa ini seharusnya sudah selesai (sudah terkuasai) ketika para mahasiswa itu menamatkan pendidikan dasar. Apabila dalam menulis saja tidak mampu dikerjakan dengan baik, maka bisa diduga kemampuan membaca mereka juga kurang memuaskan. Pada sisi lain, jenis bacaan yang disukai masyarakat Indonesia juga kurang sesuai dengan idealisme pewujudan budaya membaca. Jenis bacaan yang dikonsumsi masayarakat, terutama kelas menengah ke bawah adalah komik (picisan), berita kirminal (dari koran kuning), esay pornografi dan cerita misteri (dari tabloid). Mungkin akan cukup sulit menemukan warga masyarakat yang memiliki selera baca baik.
Keempat, seperti diuraikan pada bagian di atas, bahwa daya beli masyarakat kita masih rendah, hal itu disebabkan beban ekonomi masyarakat semakin tinggi, sehingga untuk membelanjakan uangnya untuk membeli buku kiranya akan sangat sulit dan penuh pertimbangan. Kerena krisis ekonomi tersebut maka sebagian sumberdaya ekonomi (keuangan) yang ada diprioritaskan untuk membiayai pos utama, sedangkan alokasi untuk mendapatkan bahan bacaan yang bermutu tidak menjadi prioritas.
Kelima, masyarakat belum bisa melihat, merasakan, atau menikmati keuntungan (benefit) yang bisa didapat dari kegemaran membaca. Belum ada contohnya bahwa orang yang gemar membaca hidupnya akan makmur. Masyarakat masih memandang kegemaran membaca belum memberikan keuntungan ekonomis, sehingga belum menimbulkan minat membaca.
PLS, SDM, dan Pemasyarakatan Budaya Baca
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, tercantum butir kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa, makna dari kalimat tersebut sangat erat kaitanya dengan pendidikan. Pendidikan menjadi instrumen untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang cerdas, pendidikanlah yang harus dirancang dan diimplementasikan secara baik. Salah satu faktor untuk mewujudkan kecerdasan bangsa dan pendidikan yang maju adalah terciptanya budaya baca di masyarakat. Dengan adanya pendidikan yang maju dan budaya baca yang telah mengakar pada masyarakat maka akan muncul masyarakat dan bangsa yang cerdas dalam kihidupannya. Oleh karena itu diperlukan instrumen-instrumen legal aspek yang melandasi terwujudnya cita-cita tersebut.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 13, memuat jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ketiga jalur pendidikan tersebut satu kesatuan sub sistem untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih khusus lagi pada pasal 26, ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional,” ini berbarti bahwa pendidikan non formal mendapatkan keleluasan untuk mengembangkan SDM masyarakat dan memasyarakatkan budaya baca dalam memperkuat dan meningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk kehidupan masyarakat. Sedangkan ayat 3 menyatakan, bahwa “pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.” Jenis pendidikan non formal yang dikembangkan dan dilaksanakan begitu luas dan beragam, ini memungkinkan masyarakat mengakses program pendidikan non formal sesuai dengan kebutuhan aktual dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing warga belajar, termasuk juga dalam memasyarakatkan budaya baca lewat program pendirian Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Masing-masing jenis program dikembangkan sesuai dengan tuntutan permintaan masyarakat. Program-program tersebut dikuatkan lagi dengan wadah lembaga pendidikan non formal seperti dinyatakan pada ayat 4, yaitu bahwa “satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.” Agar kegiatan kursus dan pelatihan mampu membekali masyarakat agar berkaulitas dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi maka hal itu diperkuat lagi pada ayat 5, yang menyatakan bahwa “kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, dan usaha mandiri, dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.” Khusus satuan pendidikan non formal, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), didesain sebagai tempat belajar yang lebih fleksibel. Tidak terlalu ketat waktu terhadap pelaksanaan pembelajaran. PKBM didirikan oleh masyarakat dan langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Fungsi PKBM selain sebagai pusat tempat pembelajaran, juga sebagai wadah berdirinya TBM. Integrasi tempat tersebut diharapkan mampu membangun kesadaran masyarakat untuk membudayakan membaca.
Di samping pasal 26, maka pada bagian ketujuh pasal 28 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, menguraikan mengenai Pendidikan Anak Usia Dini, bahwa (1) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal, dan (3) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB) Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan non formal menawarkan kesempatan yang sebaik mungkin kepada semua usia untuk dapat dikembangkan dan difasilitasi peningkatan potensinya. Oleh karena itu pendidikan non formal yang termasuk di dalamnya pendidikan kepemudaan berperan dalam memberikan pelayanan pendidikan dalam rangka pembangunan bangsa dan melakukan pendidikan bagi warga masyarakat sebagai investasi sumber daya manusia pada pembangunan nasional di masa yang akan datang. Pendidikan non formal dalam usahanya memberi pelayanan kepada masyarakat melaksanakan program peningkatan SDM dan memasyarakatkan budaya baca adalah dengan program-program sebagai berikut:
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...