Sebuah Dunia yang Makin Cerdas
Laporan: Imy
Knowledge revolution. Itulah dunia pada tahun 2006, kata majalah Newsweek dalam edisi akhir tahunnya ''The Issue 2006'' yang terbit pekan pertama Desember. ''Sebuah dunia yang makin cerdas,'' tutur majalah berpengaruh AS itu. Secara provokatif, Newsweek juga menulis di cover depannya, sekaligus memberi tantangan kepada siapa pun: Why Victory Will Go to the Smartest Nations and Companies.
Edisi akhir tahun majalah ini, agaknya, ingin mengungkit sebuah tema historis, yakni persekutuan antara ilmu pengetahuan dan peradaban. Diingatkan, bagaimana ilmu pengetahuan secara spektakuler menciptakan sebuah peradaban (civilization) paling mutakhir sepanjang sejarah, a digital world, serta bagaimana negara pusat-pusat ilmu pengetahuan akhirnya keluar sebagai pemilik peradaban.
Fareed Zakaria, editor Newsweek, secara ambisius menyatakan inilah a knowledge based-world, dunia yang berporos secara fundamental pada ilmu pengetahuan, ide-ide, dan inovasi. Sebuah periode yang menandai berakhirnya era kedigdayaan otot dan dogma. Ketika Revolusi Industri ditabuh pada tahun 1.700, tarikan gerbong lokomotif telah secara meyakinkan merontokkan keperkasaan seekor kuda. Tapi 300 tahun kemudian, tahulah kita, ilmu pengetahuan bukanlah seonggok mesin uap, tapi juga pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Maka lahirlah economic based knowledge, perekonomian yang didasarkan keunggulan kompetitif (ilmu pengetahuan). Inilah jawaban mengapa Jepang dan Singapura -- dua negara kecil yang miskin sumber daya alam -- mampu berkibar sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Belakangan, keduanya dihadapkan pada tantangan kebangkitan tiga macan Asia -- Cina, Korea Selatan, dan India, sehingga didorong untuk melipatgandakan potensi man power-nya.
Singapura telah bersiap melakukan itu. Dalam artikelnya, The Singapore Way, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, menuturkan, ''Singapura akan menciptakan ilmu pengetahuannya sendiri.'' Untuk itu Singapura akan melipatgandakan investasi di bidang riset dalam lima tahun ke depan. Pemerintah akan menyediakan insentif untuk segala hal yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan kapasitas. ''Di perpustakaan umum kami, pengunjung dapat leluasa meminjam buku, video atau CD, dan boleh mengembalikannya kapan pun. Tak boleh ada hambatan dalam upaya memperoleh ilmu pengetahuan, informasi, dan life-long learning,'' tutur Lee di majalah itu.
Universitas di Singapura, lanjutnya, menerapkan standar tinggi, politeknik-nya menciptakan para profesional lewat kurikulum berbasis praktek, Institut Pendidikan Teknik memperlengkapi mahasiswanya dengan ketrampilan tangan, sekaligus tradisi berpikir kritis. ''Kami juga berinvestasi dalam jumlah besar untuk meningkatkan kapasitas para pekerja di negeri ini,'' sahutnya. Apa yang sebetulnya dibidik Singapura? Tidak lain, pembangunan manusia-manusia unggul. A Man power based knowledge.
Diungkapkan Newsweek, selanjutnya langkah yang mesti dilakukan adalah upaya terorganisir mengumpulkan manusia-manusia unggul dalam suatu tempat (clustering). Dalam artikelnya, Minds on the Move, guru besar Sekolah Kebijakan Publik, Universitas George Mason, AS, Richard Florida, bercerita tentang sebuah kompleks para film-maker berbakat di Wellington, Selandia Baru.
Kompleks yang dijuluki a global talent magnet itu dibangun oleh Peter Jackson -- sutradara trilogi ''Lord of the Rings'' -- dan menjadi oase bagi para cinematografer andal untuk berkreasi sehebat-hebatnya, di samping sebagai ajang pertukaran pengetahuan dan skill. Film ''Lord of the Rings'' agaknya tak pernah lahir tanpa kehadiran kompleks eksentrik ini. Sejatinya, kekuatan konsep cluster telah dibuktikan belasan tahun silam oleh AS. Sebuah kompleks teknologi informasi (TI), di Lembah Sillicon, California, Sillicon Valley, tercatat telah mendorong inovasi di bidang TI secara fantastis dan pada gilirannya memperkokoh perekonomian negara adidaya itu dengan cara yang tak terduga. Inilah economic based knowledge.
Harapan Indonesia
Bagaimana Indonesia? Prof Yohanes Surya, Koordinator Tim Olimpiade Fisika Indonesia, termasuk yang optimistis soal kemampuan SDM Indonesia. Lihat saja prestasi anak-anak bangsa di sejumlah even ilmiah internasional. Sepanjang tahun 2005, paling tidak, ada tiga prestasi meyakinkan: juara umum First Step to Nobel Prize in Physics, juara umum Olimpiade Sains Junior, dan juara dua Olimpiade Fisika Internasional.
Kabar baiknya, awal pekan ini, pemerintah berencana mensponsori pembangunan Sentra Dunia Olimpiade di Serpong, Jawa Barat, senilai Rp 40 miliar. Sebuah cluster bagi anak-anak jenius. Belum lama, di DKI Jakarta juga didirikan 'kelas super', yakni kelas yang secara khusus menggodok anak-anak ber-IQ di atas 150.
Syahdan, beberapa waktu lalu, Yohanes Surya dan kawan-kawan melakukan test IQ di sejumlah di daerah di Indonesia. Hasilnya cukup mengejutkan. Puluhan siswa secara tak terduga memiliki IQ di atas 150. Di daerah terpencil di Ambon, tim Surya bahkan menemukan seorang siswa dengan IQ di atas 163!. ''Banyak anak-anak supercerdas di Indonesia. Sayangnya mereka luput dari perhatian,'' tutur dia, awal pekan ini.
Jangan keliru, di manca negara SDM-SDM Indonesia sudah lebih dahulu diperhitungkan secara serius. Surya bercerita, tahun ini ada sebuah kompetisi fisika antaruniversitas di AS. Massacushetts Institute of Technology (MIT) tercatat keluar sebagai juaranya. Usut punya usut, tiga dari empat wakil MIT di kompetisi itu adalah siswa asal Indonesia.
Comments |
|
|
|
Start your paper accomplishing and do...
ketika walikota malas baca, malas men...
minat baca rendah, jumlah penulis sed...
College students should think two tim...
There are many students who are worri...
LIPI
jurnal LIPI
Itu adalah tulisan Anda, Bapah HS Dil...
Tulisan/opini siapa ini?
Amat sangat menarik artikel tersebut ...